Mediaonline.co.id, JAKARTA — Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pipin Sopian mengkritik keras kinerja Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang dianggap menghambat kerja lembaga antirasuah. Terutama dalam menyelidiki kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Ini bukti awal bahwa revisi UU KPK telah membuat pemberantasan korupsi di Indonesia jadi birokratis dan akhirnya memble,” ujar Pipin dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com (grup fajar.co.id), Senin (13/1).
Menurut Pipin, dengan adanya kewajiban penyidik KPK untuk meminta ijin penyadapan dan penggeledahan kepada Dewan Pengawas KPK, maka berpotensi bocor dan menghilangkan barang bukti.
“Sangat ironis. Penggeledahan diumumkan sudah dapat ijin dan akan dilaksanakan pekan depan. Jangankan hitungan pekan, hitungan menit kalau bocor, ya hilang semua barang buktinya,” katanya.
Pipin mengatakan, Dewan Pengawas KPK bukan sekadar masalah orang, tapi lebih pada masalah sistem yang membuat pemberantasan korupsinya mandul. Jika Perppu KPK tidak dikeluarkan Presiden dan atau revisi UU KPK dilakukan DPR maka pemberantasan korupsi di Indonesia hanya sekadar mitos.
“Pejabat negara bebas menerima suap dan uang negara gampang digarong koruptor,” ungkapnya.
Adapun, penggeledahan mesti seizin Dewan Pengawas merupakan amanat Undang-Undang Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas,” bunyi pasal 47 UU KPK.
Sekadar informasi, KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan ebagai tersangka suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Meski kalah jumlah suara di Pemilu 2019, Caleg PDIP Harun Masiku (HAR) ingin dilantik dengan cara menyuap Wahyu. Untuk muluskan niat jahat itu, Wahyu diduga meminta Rp 900 juta.
Kasus ini bermula ketika almarhum Nazarudin Kiemas di Dapil Sumsel I menang sebagai anggota DPR. Karena sudah meninggal, suara kedua terbanyak yakni Riezky Aprilia yang dilantik jadi anggota legislatif oleh KPU. Di sini Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yaitu Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan dan juga mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu, Harun Masiku calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP, dan Saeful sebagai swasta. Wahyu dan Agustiani ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Harun dan Saeful sebagai tersangka pemberi suap.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu Setiawan diduga menerima duit Rp 600 juta terkait upaya memuluskan permintaan Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR PAW. Duit suap ini diminta Wahyu Setiawan dikelola Agustiani Tio Fridelina. (jpc/fajar)