Mediaonline.co.id, JAKARTA– Pemerintah tidak hanya mengirimkan nota protes diplomatik terkait pelanggaran zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna. Pengawasan secara langsung dilakukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI-AL.
Kapal Negara (KN) Tanjung Datu yang dibantu dua KRI dari Komando Armada I, yakni KRI Tjiptadi 381 dan KRI Teuku Umar 385, siaga di garis depan untuk menghalau kapal asing, termasuk kapal Tiongkok.
Direktur Operasi Laut Bakamla Laksamana Pertama Bakamla Nursyawal Embun mengatakan, pihaknya sudah memonitor Coast Guard Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia sejak 10 Desember 2019.
”Kami langsung melakukan pengadangan dan kami usir,” tegas dia. Namun, upaya tersebut tidak dihiraukan Coast Guard Tiongkok. ”Tanggal 23 (Desember 2019) masuk kembali,” imbuhnya.
Bahkan, bukan hanya kapal Coast Guard Tiongkok, kapal ikan berbendera Tiongkok juga ikut masuk. Sempat terjadi perdebatan antara kedua pihak. Bakamla kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada komando atas di Jakarta hingga keluar nota protes diplomatik dari Kemenlu.
Bakamla bersama TNI-AL bertindak tegas lantaran kapal-kapal tersebut sudah masuk ZEE Indonesia. Dengan kata lain, mereka melanggar UNCLOS. ”Mereka melakukan penangkapan. Sehingga kami minta untuk keluar dari wilayah yurisdiksi kita. Tapi, dia (Tiongkok, Red) mengatakan tidak, ini wilayah kita (mereka, Red). Itu di lintang 5 derajat,” beber pria dengan satu bintang di pundak itu.
Kadispen Komando Armada I Letkol Laut Pelaut Fajar Tri Rohadi menjelaskan, saat ini yang berada di lokasi-lokasi rawan adalah KRI Tjiptadi 381. KRI Teuku Umar 385 stand by di Lanal Ranai.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kerja Sama Bakamla Kolonel Bakamla Salim menyampaikan, selama ini pihaknya berusaha menjalin kerja sama dengan coast guard dari negara-negara sahabat. Namun, belum ada kerja sama antara Bakamla dan Coast Guard Tiongkok.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang menuturkan, Tiongkok memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas perairan di dekat Kepulauan Nansha, di Laut Tiongkok Selatan.
Shuang menekankan bahwa Tiongkok memiliki hak historis di perairan tersebut yang selama ini sah. ”Penjaga pantai Tiongkok sedang melakukan tugasnya patroli rutin menjaga ketertiban laut dan melindungi hak-hak kepentingan rakyat kami yang sah,” beber Shuang dilansir dari situs resmi Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok.
Di sisi lain, Juru Bicara Menteri Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan, klaim historis Tiongkok atas perairan tersebut hanya bersifat unilateral. Tidak memiliki dasar hukum dan tidak diakui UNCLOS. (jpc/fajar)