Mediaonline.co.id, JAKARTA – Mantan sekretaris kabinet di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Dipo Alam, mengkritisi iklim demokrasi di Indonesia saat ini yang dinilainya mulai tersumbat.
Hak-hak masyarakat untuk berpendapat dibenturkan dengan pasal-pasal karet di UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Parahnya, setiap kritikan pasti disandingkan dengan pasal penghinaan kepada presiden.
Dia membandingkan sistem demokrasi di era pemerintahan Soeharto, BJ Habibie, SBY, dan Jokowi.
Soeharto yang dikenal sangat otoriter sekali pun masih menghargai mahasiswa sebagai kalangan intelektual dan calon teknokrat masa depan.
“Saya dan Rizal Ramli beberapa kali ditahan karena mengkritisi kebijakan Soeharto. Namun, Pak Harto tetap memberikan kebebasan bagi kami untuk sekolah tinggi,” kata Dipo dalam kanal Hersubeno Point di YouTube.
Lepas Soeharto, Presiden BJ Habibie melakukan kebijakan luar biasa yang akhirnya bisa memperbaiki ekonomi dalam waktu cepat. Regulasi yang menyumbat demokrasi dicabut oleh BJ Habibie. Di era SBY, demokrasi berjalan baik. Siapa saja bisa mengkritisi pemerintah.
Ini dilihat dari laporan yang masuk ke polisi tidak banyak, padahal saat itu UU ITE sudah ada.
Begitu era Jokowi, lanjutnya, kasus pelaporan atas penghinaan terhadap pemerintah/presiden meningkat tajam. Dari sini menunjukkan, di era Jokowi, menerapkan sistem setengah demokrasi.
“Bagi pengkritik pemerintah langsung dilaporkan dengan sangkaan penghinaan terhadap presiden. Ini undang-undang karet yang sebenarnya sudah lama dihapuskan tetapi muncul lagi,” ujar pria kelahiran 17 November 1949 itu.
Source