Mediaonline.co.id, JAKARTA – Hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) menempatkan Mendagri Tito Karnavian, sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju yang mendapat tingkat kepercayaan rendah dari publik.
Direktur Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah Putra, saat memaparkan hasil risetnya di Jakarta, Sabtu (23/11), menyebut tingkat kepercayaan masyarakat kepada Mendagri Tito Karnavian 1,0 persen. Sementara, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo 0,7 persen. “Mereka dianggap tidak mumpuni di bidangnya saat ini,” ujar Dedi.
Kementerian Dalam Negeri melalui Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Bahtiar menghargai survei yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) itu.
“Kita hargai survei, survei ini isinya persepsi yang diukur adalah orang-orang tertentu saja, bisa jadi yang ditanya adalah orang yang tak memahami ketatanegaraan atau yang tak memahami manajemen pemerintahan,” kata Bahtiar di Jakarta, Minggu (24/11).
Survei Indonesia Political Opinion dilakukan pada 30 Oktober hingga 2 November 2019. Jumlah responden sebanyak 800 orang yang tersebar di 27 provinsi. Metode wawancara menggunakan kuesioner dengan margin of error sekitar 4,5%.
“Jadi survei sangat dangkal, responden belum tentu representasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pak Jokowi memilih seseorang pasti melalui penelitian yang mendalam dan menempatkan sesuai kebutuhan, tantangan lingkungan, dan tujuan kedepan,” ujarnya.
Bahtiar menjelaskan, sosok Tito Karnavian bukan saja sekedar mantan anggota Polri profesional dan mantan Kapolri yang sudah terbiasa mengelola Kamtibmas dalam negeri, pernah menjadi Kapolda dan berinteraksi, bersinergi dengan Pemerintah Daerah.
Ia juga merupakan seorang Ilmuwan bergelar Profesor dan Ph.D yang memiliki pemahaman konseptual tentang apa, dan bagaimana mengelola negara. Bahkan, ia memiliki pemahaman Internasional apa dan bagaimana interaksi antar negara dan masyarakat dunia.
“Aspek Pemerintahan dalam negeri dibina Kemendagri hanya aspek kecil bagian dari tata kelola negara. Wawasan Pak Tito adalah wawasan internasional dan sekaligus memahami secara spesifik budaya lokal, memahami sistem politik pemerintahan dan memahami sistem pemerintahan daerah hingga hal-hal detil di lapangan, termasuk cara mengatasinya,” tukasnya.
Kemendagri untuk melakukan reformasi tata kelola penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri, mengubah perilaku birokrasi pemerintahan dalam negeri, menata sistem politik dalam negeri yang kompatibel dengan akar budaya bangsa, serta mampu mempercepat pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menggerakkan Pemda secara cepat, memperbaiki sistem pelayanan Investasi, peningkatan kualitas SDM, dan mempercepat lapangan kerja.
“Jika objektif, Pak Tito baru dua bulan di Kemendagri langsung membuat terobosan yang luar biasa membangun sinergi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah termasuk Forkopimda, yaitu acara Rakornas di SICC (13/11/2019). Semua pihak memuji suksesnya acara tersebut, dan dampaknya pada perubahan hubungan-hubungan dan tata kelola pemerintahan Pusat dan Daerah,” kata Bahtiar.
Bahtiar menilai, survei yang hanya melibatkan 800 responden untuk mendapatkan pertanyaan soal kecocokan antara tokoh dengan kursi menteri yang didudukinya, sangatlah tidak pas.
Menurut Bahtiar, dengan jumlah responden dan menggunakan metode purposive sampling dalam penarikan sampel, terlihat hasil survei tak representatif dan tidak mewakili keseluruhan masyarakat Indonesia.
“Tak hanya itu, sampel yang digunakan juga tidak dicantumkan latar belakangnya, sehingga bisa tidak diketahui mereka paham atau tidak tentang manajemen pemerintahan,” pungkas Bahtiar. (jpnn/fajar)