Mediaonline.co.id, BOGOR – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian angkat bicara soal kabar pengunduran diri Wentius Nimiangge sebagai Wakil Bupati Nduga, Papua, karena tak sanggup melihat kekerasan hingga pembunuhan yang menimpa warga sipil semenjak konflik Nduga.
Wentius juga meminta pemerintah menarik pasukan TNI dan Polri yang dikerahkan ke Nduga sejak 2018 lalu.
Nah, sebelum memberikan jawaban, Tito sempat bertanya balik ke jurnalis yang menemuinya di Istana Bogor, Jawa Barat pada Jumat (27/12).
“Bicara sebagai mendagri atau mantan kapolri nih?,” tanya Tito.
Pertanyaan itu dijawab jurnalis yang ingin mendapat penjelasan Tito sebagai mendagri. Namun, pensiunan Polri yang terahir menjabat Kapolri itu kembali berujar.
“Dua-duanya lah. Karena saya tahu pasukan waktu itu. Pasukan yang dikirim ke sana TNI – Polri itu dalam rangka merespons peristiwa pada waktu terjadinya pembantaian 34 orang PT Istaka Karya, ingat enggak,” jelas Tito.
Menurut pria asal Sumatera Selatan ini, kasus tersebut sudah lama dan sampai sekarang pelakunya belum tertangkap, yakni kelompok Egianus Kogoya. Sementara hukum menurutnya harus ditegakkan.
Pendekatan dalam kasus ini menurutnya ada dua, pertama cara baik-baik atau penegakan hukum. Persoalannya menurut Tito, kalau pakai cara yang soft apakah keluarga korban mau menerima.
“Kalau cara baik-baik, soft, terima enggak keluarganya korban ini. Terus kalau terulang lagi bagaimana? Siapa yang bisa jamin. Kalau baik-baik artinya mereka tidak berbuat segala macam, tapi hukum tidak tegak. Siapa yang bisa menjamin kalau tidak terulang lagi pembantaian itu terjadi,” tuturnya.
Karena tidak ada yang bisa menjamin, lanjut mantan Kapolda Papua ini, maka pemerintah menjalankan langkah penegakan hukum dengan menurunkan TNI dan Polri untuk mengejar pelakunya.
“Nah, TNI di sana dalam rangka mendukung operaai kepolisian (melakukan) penegakan hukum karena medannya yang sulit,” jelas Tito. (jpnn/fajar)