Mediaonline.co.id — Surat pemberhentian Helmy Yahya dari posisi direktur utama TVRI memang telah final. Supra Wimbarti menjadi satu-satunya anggota Dewan Pengawas (Dewas) TVRI yang tidak memberikan paraf. Selain memang tidak setuju, ternyata dia tak tahu-menahu soal pembuatan surat itu.
Supra mengungkapkan, dirinya mulanya memang dilibatkan dalam pengambilan keputusan pemecatan. Namun, dia justru menyatakan dissenting opinion. ”Kenapa tidak setuju? Karena alasan pemecatan tidak kuat,” ujarnya kemarin (18/1/2020).
Seusai pertemuan tersebut, Supra tak lagi dilibatkan dalam segala sesuatu yang berkenaan dengan pemecatan Helmy. ”Pembuatan surat pemecatan, isinya apa, tambahan-tambahan pernyataan yang lima poin itu, saya tidak dilibatkan. Saya tidak mendapat surat tersebut,” jelas dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Kendati demikian, surat tetap dinyatakan sah. Sebab, keputusan tersebut diambil berdasar pemungutan suara. Suara terbanyak sepakat untuk memecat Helmy dari posisinya sebagai direktur utama TVRI.
Di bagian lain, gaduh soal pemecatan juga menimbulkan kekhawatiran di kubu karyawan TVRI. Tidak hanya menyangkut nasib perusahaan tempat mereka bernaung, tapi juga terkait dengan kesejahteraan karyawan.
Ketua Komite Penyelamatan TVRI Agil Samal mengatakan, angan-angan karyawan terhadap tunjangan kinerja (tukin) bulan depan mendadak buyar. Menurut dia, pemecatan Helmy itu akan menghambat perjalanan pembayaran tukin karyawan.
Agil menjelaskan, kendati tukin sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Desember lalu, pencairannya tetap butuh peran direktur utama definitif.
“Pengajuan revisi anggaran (kepada Direktorat Jenderal Anggaran) tidak bisa dilakukan Plt (pelaksana tugas) Dirut yang telah ditunjuk dewas,” ucapnya. Padahal, tukin telah ditunggu karyawan sejak 2017.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin tidak memberikan banyak respons soal pemecatan Helmy dan absennya Supra dalam pembuatan surat pemberhentian Dirut TVRI. Dia hanya menekankan, keputusan pemberhentian tersebut diambil berdasar kewenangan dewas yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang LPP TVRI. (JPC)