Mediaonline.co.id, JAKARTA – Delapan program implementasi reformasi birokrasi menjadi acuan program prioritas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) tahun anggaran 2020. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami, dalam Rapat Target Program Prioritas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tahun 2020, Jumat (3/1).
Kedelapan program tersebut antara lain manajemen perubahan, penataan dan penguatan organisasi, penataan peraturan perundang-undangan, penataan sumber daya manusia, penataan tata laksana penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan kualitas layanan pemasyarakatan dan penguatan pengawasan.
“Dalam rangka solid organisasi, tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok. Sinergitas agar solid. Semangatnya adalah menjadi Wilayah Bebas Korupsi (WBK), jika memungkinkan menjadi Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM),” ujar Utami.
Di tahun 2020, Seluruh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan (UPT) juga didorong untuk menjadi WBK, sedangkan yang telah mendapat predikat WBK akan didorong menjadi WBBM. Selain itu dalam manajemen perubahan ditargetkan adanya perubahan mindset dan culture set jajaran Pemasyarakatan.
“Jika masih ada yang menolak (menjadi WBK -red) berarti masih permisif terhadap penyimpangan seperti pungli,” tegas Utami.
Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Narkotika (LPKN) di setiap wilayah juga menjadi salah satu program prioritas untuk penataan dan penguatan organisasi. Tingginya angka penghuni yang berasal dari kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba melatarbelakangi hal ini.
Selain pembangunan LPKN, Pemasyarakatan juga akan melakukan penataan organisasi Ditjen PAS sesuai Renstra Ditjen PAS Tahun 2020-2024, penataan struktur organisasi UPT Pemasyarakatan, operasionalisasi lapas untuk Narapidana kategori High Risk di Langkat dan Kasongan higga pembentukan wilayah khusus Pemasyarakatan Nusakambangan.
“Hampir separuh penghuni kita lapas/rutan ini kasus narkoba. Makanya kita dorong ada LPKN di setiap wilayah,” terang Utami.
Omnibus Law peraturan tentang Pemasyarakatan menjadi target dalam penataan peraturan perundang-undangan. Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan masih didorong untuk disahkan sekaligus pembentukan peraturan pelaksanaannya.
Penanganan overcrowded dan overstaying yang terjadi di hampir seluruh UPT Pemasyarakatan juga masih menjadi perhatian khusus. Pelaksanaan crash program yang sukses dilaksanakan pada tahun 2019 akan kembali dilaksanakan di tahun 2020 sebagai salah satu cara menanggulangi overcrowded dan menuju zero overstaying.
Peningkatan pemenuhan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga dilakukan. Beberapa layanan tersebut antara lain hak remisi, integrasi, pembinaan kemandirian, kesehatan dan rehabilitasi. Ditargetkan sebanyak 21.540 WBP akan mengikuti program rehabilitasi yang meliputi rehabilitasi medis, sosial dan pasca rehabilitasi. Utami juga menambahkan, rencananya WBP yang telah melewati seluruh tahapan rehabilitasi akan didorong untuk menjadi konselor adiksi.
“Kita akan mendeklarasikan pemberian hak integrasi di pertengahan Januari ini. Jadi sudah dihitung sejak awal tahun. Nanti juga bisa direncanakan remisi tambahan bagi WBP yang bisa memberikan kontribusi terbaik untuk negara. Selain itu kualitas WBP juga akan kita tingkatkan lagi dengan berbagai pelatihan yang tersertifikasi juga berkaitan dengan ketahanan pangan,” tambah Utami.
Revitalisasi Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara juga akan dilakukan. Berbagai langkah kebijakan dalam manajemen maupun sumber daya manusia akan dilakukan untuk menjaga basan baran yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
“Banyak basan barang yang mangkrak, tidak dieksekusi sehingga biaya perawatan yang berasal dari APBN terus berjalan. Tahun ini kita akan merevitalisasi Rumah Penyimpanaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara (Rupbasan). Tahun 2019 sudah dimulai dengan menggunakan barcode system. Manfaatkan teknologi informasi kita buat historinya. Jika harus lelang ya lelang untuk menjaga nilai ekonomi,” jelas Utami.
Tidak hanya terkait dengan WBP, penataan SDM pun dilakukan untuk mencapai target kinerja. Perencanaan kebutuhan, peningkatan kapasitas hingga mekanisme reward and punishment akan diberlakukan secara masif.
Penguatan pengawasan juga akan terus dilakukan dengan adanya supervise langsung oleh jajaran Pimpinan Tinggi. (***)