Mediaonline.co.id, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima permohonan perlindungan dari satu orang saksi dalam perkara kasus suap proyek izin pembangunan Meikarta. Permintaan perlindungan dilakukan usai dilaporkan oleh tersangka Bartholomeus Toto (BTO), yang merupakan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang ke pihak kepolisian.
“KPK menerima permohonan perlindungan dari salah seorang saksi yang merasa terancam karena saksi dilaporkan ke kepolisian oleh tersangka BTO,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (12/12) malam.
Febri menyampaikan, penyidik tengah mempelajari lebih lanjut terkait permohonan tersebut. Namun, kata Febri, di dalam udang-undang perlindungan saksi dan korban menegaskan bahwa saksi tidak boleh dituntut secara pidana maupun perdata atas keterangan yang sudah atau belum disampaikan di pengadilan.
Kendati demikian, Febri tidak bisa mengungkap siapa sosok saksi yang minta perlindungan tersebut. Namun, diduga saksi tersebut adalah anak buah Toto sendiri ketika masih menjabat di Lippo Cikarang.
Oleh karena itu, terkait adanya permintaan perlindungan saksi itu, KPK mengatakan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
“Kami yakin, Polri memahami hal tersebut. Karena upaya untuk melaporkan saksi-saksi kita tahu sudah beberapa kali terjadi. dengan koordinasi yang baik, maka prioritas utama adalah penuntasan kasus korupsinya,” tegas Febri.
Mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini tak menginginkan saksi di KPK merasa terancam. Apalagi membongkar praktik rasuah.
“Jangan sampai, saksi takut dan merasa terancam memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Apalagi dalam membongkar sebuah kejahatan yang melibatkan aktor-aktor yang memiliki kekuasaan,” pungkasnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto, dan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka.
Toto diduga menyuap mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin senilai Rp10,5 miliar. Uang diberikan kepada Neneng melalui orang kepercayaannya dalam beberapa tahap.
Sementara Iwa diduga telah menerima uang Rp 900 juta dari Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili untuk menyelesaikan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Perda RDTR Kabupaten Bekasi itu diperlukan untuk kepentingan perizinan proyek Meikarta.
Uang yang diberikan Neneng Rahmi kepada Iwa diduga berasal dari PT Lippo Cikarang. PT Lippo Cikarang sendiri disinyalir merupakan sumber uang suap untuk sejumlah pihak dalam mengurus perizinan proyek Meikarta. (jpc/fajar)