Pilkada OKU Timur, Enos Tepis Isu Borong Partai

Pasangan Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati OKU Timur H Lanosin, ST dan HM Adi Nugraha Purna Yudha, SH (Enos-Yudha), menepis adanya isu di masyarakat bahwa salah satu kandidat melakukan manuver politik dengan memborong sejumlah Partai Politik (Parpol).

Menurut pasangan tersebut, istilah borong partai politik dalam Pilkada jelas tidak ada, sebab seluruh kandidat bakal calon Bupati dan Wakil Bupati memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mendapatkan simpati dan dukungan partai. Terlebih saat paparan visi misi dan pendaftaran ke partai, seluruh kandidat mendapatkan kesempatan secara bersamaan.

Bacaan Lainnya

“Dalam pilkada tidak ada istilah borong partai. Karena sebelum partai menentukan dukungan, mereka terlebih dahulu akan melakukan pembahasan dan rapat internal. Bahkan sebelum menetukan dukungan, pihak partai melakukan survei ke masyarakat untuk mengetahui elektabilitas dan popularitas masing-masing kandidat,” jelas Enos.

Dikatakan Enos, seluruh kandidat memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan. Hanya saja bagaimana cara masing-masing kandidat melakukan pendekatan dan lobi politik terhadap partai agar dapat diusung dalam Pilkada. Selain itu, yang lebih penting adalah visi dan misi sejalan atau tidak dengan partai politik.

“Dalam pilkada, partai politik tentu ingin mendukung dan mengusung calon yang memiliki peluang besar untuk menang. Tidak mungkin partai politik akan bertaruh mendukung Bacalon yang kemungkinan menangnya kecil,” katanya.

Enos mencotohkan, seperti di wilayah OKU dan OKU Selatan, kandidat yang akan maju memiliki elektabilitas tinggi dan kemungkinan menang cukup besar. Sehingga parpol berbondong-bondong memberikan dukungan kepada calon terkuat.

Kemudian pasangan Enos-Yudha juga membahas mengenai politik dinasti. Politik dinasti adalah politik yang dijalankan sekelompok orang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Dinasti politik kata dia, lebih indentik dengan kerajaan. Sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak, agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Sementara baik dirinya maupun Yudha, bukan ditunjuk melainkan mencalonkan diri. Dan yang menentukan apakah dirinya berdua akan memimpin atau tidak adalah masyarakat.

“Jadi tidak ada istilah politik dinasti karena negara kita memiliki paham demokrasi yang semuanya berakar pada masyarakat. Kekuasaan sepenuhnya ada di tangan masyarakat, yang memilih masyarakat. KPU hanya sebagai penyelenggara saja. Jadi tidak ada istilah pengkondisian karena yang menentukan adalah masyarakat,” katanya. (mo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *