Jakarta – Tersangka utama pelaku aborsi merupakan pasutri. Dan para tersangka yang melakukan tindakan aborsi bukanlah seorang tenaga kesehatan resmi.
“Sudah kami amankan, tersangka IR yang melakukan tindakan aborsi ini bukan seorang tenaga kesehatan, tidak memiliki kompetensi juga untuk melakukan aborsi. Hanya saja pernah bekerja di klinik aborsi selama 4 tahun sejak tahun 2000,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya (Kombes. Pol. Drs. Yusri Yunus).
Ia menjelaskan dalam melakukan aksinya, tersangka IR menetapkan aturan khusus sehingga tidak semua pasien akan diterima untuk melakukan tindakan aborsi secara ilegal tersebut.
“Ia menetapkan aturan dimana hanya menerima aborsi dengan usia janin 8 minggu ke bawah, karena bentuknya masih gumpalan darah. Jika sudah di atas 8 minggu atau lebih dari dua bulan, tidak diterima, karena alat – alat yang dipunya itu terbatas,” sambungnya.
Dalam melancarkan aksinya, tersangka IR bersama sang suami juga bekerjasama dengan para calo untuk bisa mendapatkan pasien yang akan melakukan aborsi. Nantinya, pembayaran dari pasien akan dibagi rata untuk calo dan juga IR sebagai pelaku.
Para tersangka akan dikenai pasal berlapis berupa Pasal 194 dan Pasal 175 UU No 36 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda 1 miliar Rupiah, Pasal 77 UU No 23 tentang Perlindungan Anak, dan Pasal 64 tentang Tenaga Kesehatan dengan ancaman 5 tahun penjara.
(PoldaMetroJaya)


