Mediaonline.co.id, JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasannya mendatangi kantor DPP PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (9/1) kemarin. Lembaga antirasuah menyebut, kedatangan tim satgas KPK ke kantor DPP PDIP bukan untuk menggeledah kantor Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Tim satgas penindakan KPK pada Kamis (9/1) kemarin berencana menyegel ruangan Hasto. Sebab staf Hasto ikut terseret dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan. “Itu bukan penggeledahan, tapi mau buat KPK Line, jadi untuk mengamankan ruangan,” kata Wakil Ketua KPK Lili Pantauli Soregar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/1) malam.
Lili menegaskan, tim satgas KPK sudah dilengkapi surat tugas dalam menjalankan kinerjanya. Hal itu sekaligus membantah pernyataan politikus PDIP Djarot Saiful Hidayat yang menyebut, tim KPK tidak dilengkapi dengan surat tugas.
“Sebetulnya mereka dibekali surat tugas dalam penyelidikan, dan lengkap. Mereka sudah berkomunikasi dengan sekuriti di kantor, lalu kemudian sekuriti menghubungi atasan mereka,” ujar mantan Wakil Ketua LPSK ini
“Tapi terlalu lama, karena mereka harus berbagi untuk menempatkan KPK di objek lain, kemudian ini (DPP PDIP) ditinggalkan,” sambungnya.
Kendati demikian, Lili pun menuturkan penyegelan bisa segera dilakukan. Mengingat kini sudah ada empat orang tersangka yang telah ditetapkan KPK. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, selaku pihak penerima.
Sementara ada dua orang yakni kader PDIP, Harun Masiku dan Saeful sebagai pihak pemberi suap. Namun, Harun Masiku seorang Caleg PDIP hingga kini belum menyerahkan diri. “Proses untuk langkah-langkah ketika ini masuk penyidikan, tentu KPK akan melakukan langkah demikian. Jadi bukan gagal atau batal dan tidak dilakukan,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyebut kinerja tim KPK tidak dilengkapi dengan surat tugas. Sehingga, tim dari KPK tidak diperkenankan masuk ke kantor DPP PDIP. “Kami menghormati proses hukum, tapi mereka tidak dilengkapi bukti-bukti yang kuat seperti surat tugas dan sebagainya,” ucap Djarot di Kemayoran, Kamis (9/1) kemarin.
Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jpc/fajar)