Mediaonline.co.id,JAKARTA– Presiden Joko Widodo dikabarkan telah menunjuk sejumlah nama untuk mengisi posisi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Bahkan disebut-sebut mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, hakim Albertina Ho, hingga mantan komisioner KPK akan menduduki posisi Dewas KPK.
Terkait hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana tetap tidak sependapat dengan adanya Dewas KPK. Menurutnya, siapapun sosok yang dipilih tak akan mengubah penilaian KPK, bahwa Presiden Jokowi tak paham cara memperkuat KPK dengan adanya Dewas.
“Siapapun yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Dewan Pengawas KPK tidak akan mengurangi sedikit pun penilaian kami bahwa Presiden tak memahami bagaimana cara memperkuat KPK dan memang berniat untuk menghancurkannya,” kata Kurnia saat dikonfirmasi, Selasa (18/12).
Kurnia menegaskan, ICW tetap menolak konsep Dewan Pengawas KPK secara keseluruhan. Alasannya, karena secara teori KPK masuk ke dalam rumpun lembaga negara independen yang tak mengenal konsep Dewan Pengawas.
“Sebab yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan. Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat,” tegas Kurnia.
ICW menilai, kata Kurnia, kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yang berjalan di KPK. Pasalnya, pemilihan Dewan Pengawas dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 itu dipilih pertama kali oleh Presiden.
“Jadi siapapun yang dipilih Presiden untuk menjadi dewan pengawas tidak akan mengubah keadaan, karena waktu berlakunya UU KPK baru kelembagaan KPK sudah mati suri,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan sejumlah nama yang diusulkan sebagai calon anggota Dewan Pengawas KPK. “Dewan Pengawas KPK ya nama-nama sudah masuk, tapi belum difinalkan karena kan hanya lima, ada dari hakim, ada dari jaksa, ada dari mantan KPK, ada dari ekonom, ada dari akademisi, ada dari ahli pidana,” jelas Jokowi di Balikpapan, Rabu (18/12).