Mediaonline.co.id,JAKARTA– Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman mengatakan, kepala negara tidak akan menerbitkan Perppu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena sudah tidak diperlukan lagi.
“Perppu tidak diperlukan lagi. Sudah ada UU KPK Nomor 19/2019. Jadi tidak perlu lagi,” ujar Fadjroel di kompleks istana kepresidenan, Jakarta, Jumat (29/11).
Fadjroel berharap pihak-pihak yang ingin membatalkan UU KPK bisa menggugatnya lewat jalur konstitusi. Sehingga nantinya bisa dibuktikan lewat mekanisme yang ada di Mahkamah Konstitusi.
“Istana mengimbau kalau masih ada upaya mengajukan uji yudisial terhadap UU KPK. Maka lakukan dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Fadjroel juga mengapresiasi tokoh-tokoh yang melakukan gugatan untuk menguji UU KPK tersebut. Sebab dalam sistem demokrasi seperti ini siapapun diperbolehkan mengajukan penolakan apabila ada yang meraskan keberatan.
“Tentunya lewat jalur konstitusi. Silakan saja, setiap orang boleh. Tidak ada larangannya,” paparnya.
Sebelumnya, desakan supaya Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK terus disuarakan. Mulai dari akademisi, penggiat korupsi dan mahasiswa.
Mereka menilai adanya UU KPK ini akan membuat lemah lembaga antirasuah. Bahkan dalam rilisLembaga Survei Indonesia (LSI) publik setuju jika Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.
Hasilnya, sebanyak 70,9 persen responden setuju bahwa UU KPK hasil revisi dapat melemahkan kinerja lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi.
“Sebanyak 70,9 persen publik yang tahu revisi UU KPK, yakin bahwa UU KPK yang baru melemahkan KPK, dan yang yakin sebaliknya hanya 18 persen,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan.
Menurut dia, 76,3 persen publik kemudian meminta agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Sementara itu, yang menolak Perppu KPK hanya 12,9 persen.
“Lebih 3/4 publik yang mengetahui revisi UU KPK, menyatakan setuju Presiden keluarkan Perppu. Aspirasi publik menilai UU KPK melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Jalan keluarnya adalah mengeluarkan Perppu. Dan (Perppu) itu kewenangan presiden,” jelas Djayadi.
Survei dilakukan 4 hingga 5 Oktober 2019. Responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden LSI sebelumnya yang jumlahnya 23.760 orang dan mempunyai hak pilih.