Mediaonline.co.id,JAKARTA– Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pertemuan membahas kasus gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan bahwa sejak 2010 hingga 2019, BPK telah melakukan dua kali pemeriksaan atas Jiwasraya, yaitu Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Tahun 2016 dan Pemeriksaan Investigatif (Pendahuluan) Tahun 2018.
“Dalam kurun waktu 2010 sampai 2019, BPK telah dua kali melakukan permiksaan atas PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS) yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu tahun 2016 dan pemeriksaan investigatif (pendahuluan) tahun 2018,” terangnya di konferensi pers di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (8/1).
Dalam PDTT Tahun 2016, BPK mengungkap terdapat 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional perseroan pada 2014 sampai 2015. Temuan meliputi saham gorengan pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP di 2014 dan 2015 yang tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai.
“Jiwasraya berpotensi menghadapi risiko gagal bayar atas transaksi investasi pembelian medium term note PT Hanson Internasional (HI) dan PT AJS kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham secara tidak langsung di satu perusahaan yang berkinerja kurang baik,” kata dia.
Setelah itu, BPK melakukan tindak lanjut untuk pemeriksaan investigatif pendahuluan yang dimulai pada 2018. Hasil pemeriksaan investigatif menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi fraud dalam pengelolaan saving plan dan investasi.
BPK juga mendapatkan surat permintaan melakukan PDTT dari DPR dengan Surat Nomor PW/19166/DPR Rl/XI/2019 tanggal 20 November 2019. Lalu, untuk penanganan kasus tindak pidana korupsi pada, BPK mendapat Permintaan Penghitungan Kerugian Negara dari Kejaksaan Agung, pada 30 Desember 2019.
“Saat ini BPK sedang melakukan dua pekerjaan yaitu, pemeriksaan investigatif untuk memenuhi tindak lanjut permintaan DPR dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan investigatif pendahuluan dan penghitungan kerugian negara atas permintaan Kejagung,” tambahnya.
Berdasarkan hasil pemaparan yang dilakukan oleh Kejagung pada 30 Desember lalu, BPK menyimpulkan bahwa terjadi penyimpangan dalam pengumpulan dana dari produk JS Saving Plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara.
“Namun nilai kerugian negara yang nyata dan pasti baru dapat ditentukan setelah BPK melakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara, kita saat ini terus bekerja sama dengan pihak Kejagung untuk menghitung nilai kerugian negara dalam kasus tersebut,” tutup dia.